Selasa, 03 Maret 2020

PERANG DIPONEGORO SEBAGAI PENGGUGAH

Ole
Setelah kuliah Teori Perang dan Srategi dengan topik Pengantar Strategi siang ini dengan Dr. Lukman Yudho Prakoso (LYP) yang merupakan Panglima Spartan Laut Cohort XI (he he he Spartan itu singkatan Strategi Pertahanan), tergelitik juga rasanya setelah LYP menampilkan artikel yang ditulis Wahyono, S.K., Phd mengenai jagoan-jagoan penulis tentang perang sejagad. Dimulai dari Sun Tzu dengan karyanya The Art of War (500 SM), setelah itu baru muncul lagi 2000 tahun kemudian. Ada Niccolo Machiaveli, The Art of War (1520), Carl von Clausewitz, On War (1832), dan sederet nama-nama beken sang jagoan-jagoan penulis tentang perang atau stratergi perang, sampai yang terkini adalah Donald Kagan dengan tulisannya yang berjudul On the Origins of War (1995). Memang bangsa kita adalah bangsa yang cinta damai, tetapi Indonesia, sebagai negara yang merdeka, lahir dari perang-perang yang berdarah-darah sampai titik darah penghabisan. Tragisnya tidak ada (atau dengan harapan besar mungkin lebih tepat BELUM ADA) jagoan tulis tentang perang, seperti beliau-beliau diatas, yang berasal dari Indonesia yang membahana sejagad raya. Padahal setidaknya ada 1 perang besar sebelum kemerdekaan yang patut menjadi referensi untuk menulis tentang perang dan strateginya. Perang besar tersebut sangat dikenal dengan nama Perang Diponegoro yang dipimpin oleh salah satu pahlawan besar Indonesia, Pangeran Diponegoro.

Bendara Pangeran Harya Dipanegara, atau yang sering dikenal sebagai Pangeran Diponegoro, lahir di Jogjakarta pada tanggal 11 November 1785 dan meninggal di Makassar pada tanggal 8 Januari 1855 pada umur 69 tahun, adalah pahlawan nasional Indonesia yang memimpin pemberontakan atau perang besar melawan rezim kolonial Belanda atau disebut juga Perang Jawa. Perang tersebut terjadi pada tahun 1825–1830 dan memakan banyak korban jiwa baik dari pihak kolonial Belanda dan terutama dari pihak Pangeran Diponegoro. Hal ini disebabkan tidak seimbangnya jumlah dan teknologi persenjataan yang digunakan Belanda jauh lebih canggih dibandingkan jumlah dan teknologi persenjataan Pangeran Diponegoro beserta pasukannya.

Perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro dianggap dan diakui sebagai perang terbesar di Puau Jawa karena beberapa alasan berikut; 1) Pangeran Diponegoro menyatakan secara terbuka bahwa perlawanannya terhadap Kolonial Belanda adalah perang sabil, perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat "perang sabil" yang dikobarkan Diponegoro membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu. Perang Diponegoro berawal ketika pihak Kolonial Belanda memasang patok di tanah milik Pangeran Diponegoro di desa Tegalrejo dan hal itu membuat Pangeran Diponegoro demakin muak dengan perilaku kolonial Belanda yang tidak menghargai local wisdom atau adat istiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan kewajiban membayar pajak yang tinggi; 2) Perjuangan Pangeran Diponegoro terjadi di sebagian besar wilayah Jawa Tengah dan meluas ke Jawa Timur dan Jawa Barat serta mendapat dukungan besar rakyat, raja-raja, santri-santri, dan ulama-ulama besar Jawa. Pendukung-pendukung Pangeran Diponegoro diantaranya adalah Sunan Pakubuwono VI, Raden Tumenggung Prawiradigdaya Bupati Gagatan, dan yang terpenting adalah ulama besar Surakarta Kyai Maja beserta 112 kyai, 31 haji, dan 15 syekh serta puluhan penghulu; 3) Pihak kolonial Belanda selama perang ini mengalami kerugian tidak kurang dari 15.000 tentara dan 20 juta Gulden. Sehingga Belanda berupaya untuk menangkap pangeran Diponegoro. Pihak belanda bahkan mengadakan sayembara dengan jumlah hadiah mencapai 50.000 Gulden yang diberikan kepada siapa saja yang dapat menangkap Pangeran Diponegoro hidup-hidup atau mati, dan akhirnya ditangkap melalui tipu muslihat pada tahun 1830 dan menandai berakhirnya perlawanan atau perang Diponegoro (Carey, 2011); 4) Perang Jawa atau Perang Diponegoro adalah perang terbuka modern dengan pengerahan pasukan infanteri, kavaleri, dan artileri sebagai senjata andalan dalam pertempuran frontal seperti yang terjadi dalam perang Napoleon. Pertempuran terjadi di puluhan kota dan desa di seluruh Jawa.

Pelajaran apa yang dapat diambil dari taktik dan strategi perang Diponegoro? Lesson learned dari perang Diponegoro adalah Perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro ini dilaksanakan dengan menerapkan total war atau perang semesta. Pangeran Diponegoro berhasil menggunakan seluruh sumber daya yang ada di Jawa untuk tujuan perang mengalahkan kolonial Belanda. Selain sumber daya manusia yang besar dan para tokoh kerajaan terutama tokoh agama yang mempunyai pengaruh yang besar pada rakyat dan umat, sistem dukungan logistik yang terkoordinir dan terintegrasi, pabrik-pabrik pembuatan senjata dan munisi, serta sumber daya alam yaitu cuaca, dalam hal ini musim hujan, dan penyakit menular malaria yang ditularkan oleh nyamuk dan disentri dijadikan strategi yang jitu untuk menyerang pasukan Belanda yang kewalahan dengan musim hujan tropis Indonesia dan penyakit menular tropis seperti malaria dan disentri. Serangan-serangan besar Diponegoro beserta pasukannya selalu dilakukan pada bulan-bulan musim penghujan. Para pemimpin pasukan Pangeran Diponegoro menyadari betul untuk bekerja sama dengan alam sebagai senjata dan strategi yang tak terkalahkan karena gerakan pasukan Belanda terhambat di musim hujan. Selain itu  Penyakit malaria dan disentri merupakan musuh yang tak tampak yang melemahkan moral dan kondisi fisik bahkan merenggut nyawa pasukan Belanda. Walaupun akhirnya Pangeran Diponegoro ditangkap pada tanggal 28 Maret 1830 di suatu perundingan yang merupakan jebakan Jenderal de Kock di Magelang dan kemudian dibuang dan ditahan di Benteng Amsterdam di Manado  dan kemudian dibuang dan ditahan di Benteng Rotterdam di Makasar sampai akhir hayatnya pada tanggal 8 Januari 1855, Pangeran Diponegoro adalah pahlawan besar Indonesia yang telah mengobarkan perlawanan dan peperangan terbesar di Pulau Jawa.

Semoga dengan sedikit latar belakang Perang Diponegoro tersebut, ada rasa tergugah untuk, minimal, mencari referensi-referensi mengenai teori perang dan strategi perang buatan anak bangsa sendiri. Walaupun buku-buku dari penulis-penulis besar tersebut diatas bersifat universal dan bisa diterapkan juga di Indonesia, tapi kalau “dicolek” tetap saja rasanya kok nggak Indonesia banget karena bumbu, rempah-rempah, dan bahan dasarnya (yaitu Tri Gatra –geografi, demografi, dan sumberdaya– dan Panca Gatra –IPOLEKSOSBUDHANKAM) bukan asli dari Indonesia. Kira-kira seperti makan sambal terasi di Amerika yang dibuat oleh bule Amerika yang berkulit white atau black. Hhhhhmmmm rasanya kok tetep kurang pas…cintailah produk-produk Indonesia!


Ole, Spartan Laut CXI

Jumat, 14 Februari 2020

DP 0% SALAHKAH?


Kuncoroadi P
Masih ingatkah krisis keuangan dunia 2008 yang dimulai dengan gagal bayar di Amerika dan dikenal dengan subprime mortgage. Fenomena pemberian kredit tanpa uang muka/down paymen (DP) atau lebih populer dengan istilah DP 0% mulai kembali marak saat ini. Regulator berdalih ini untuk merangsang pertumbuhan ekonomi yang lesu diakibatkan dampak perang dagang antara Amerika dan China. Bukan hanya skema tanpa uang muka akan tetapi fasilitas lain seperti kemudahan pengambilan fasilitas keuangan.

Hal yang menarik dibahas terkait risiko kredit adalah gagal bayar. Jika pemberi pinjaman kurang selektif dalam menganalisa kemampuan bayar calon kreditor maka kemungkinan gagal bayar sangat tinggi. Pemberian kredit tanpa uang muka biasanya diberikan kepada fasiliitas pinjaman barang konsumer. Perlu diketahui kredit konsumer antara lain seperti kredit kendaraan bermotor, kredit perumahan, kredit barang elektronik, dan sebagainya memilki risiko yang cukup tinggi.

Pengawasan kredit merupakan kunci untuk mengatasi masalah kemungkinan gagal bayar. Secara umum, kontrol terhadap penyaluran kredit merupakan tanggung jawab dari pihak pemberi kredit. Seharusnya pengawasan ditekankan dalam hal pelaksanaan prinsip kehati-hatian dan manajemen pemberian kredit yang baik. Dengan demikian kredit yang disalurkan mampu mendorong terciptanya stabilitas sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional serta bukan malah menjadi momok sektor ekonomi.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan badan yang dibentuk berdasarkan amanah undang-undang untuk menjadi wasit dan regulator bidang keuangan. Menurut undang-undang pengawasan kredit dibuatkan badan tersendiri terlepas dari Bank Indonesia dikarenakan agar dapat fokus untuk mengendalikan sektor keuangan. Menurut OJK pengelolaan sektor keuangan melalui ketentuan penerapan prinsip kehati-hatian (prudential banking) dan pelaksanaan tata kelola yang baik (good corporate governance). Selain itu, OJK juga melakukan pengawasan langsung dan tidak langsung yang didasarkan pada laporan lembaga keuangan penyalur kredit.

Biro informasi kredit dan lembaga pemeringkat, juga merupakan salah satu cara yang ditempuh OJK untuk mengawasi penyaluran kredit perbankan. OJK menyediakan biro informasi kredit untuk membantu perbankan dan lembaga keuangan lainya dalam memahami kondisi debitor, sedangkan lembaga pemeringkat berfungsi untuk menilai kelayakan suatu instrumen keuangan yang mengandung risiko kredit.

Logikanya saat ini badan kusus sudah ada, sistem sudah terbentuk, dan seluruh stakeholder terkait telah terhubung dengan kemajuan teknologi. Jika masalah gagal bayar masih menjadi momok berarti ada yang salah dalam proses ini. Bisa kesalahan pada oknum di lapangan atau mungkin sistim yang dibangun masih sangat rapuh.

Kembali pada fenomena saat ini, apakah sudah tepat mendorong perputaran uang dengan “mengendorkan ikat pinggang”? Mempermudah proses penyaluran kredit dengan menurunkan grade calon kreditor serta mengeliminir syarat-syarat yang memberatkan lainnya. Keluhan masyarakat dengan sulitnya mendapat pinjaman selalu menajadi senjata untuk menekan sektor keuangan agar memberikan kemudahan. Harus diwaspadahi kesulitan mendapatklan mendapat pinjaman oleh masyarakat apakah murni karena terlalu berat persyaratan atau memang tidak layak untuk mencapai batasan calon kreditur yang baik. Lembaga keuanganpun juga mengeluhkan sulitnya menyalurkan pinjaman kerena berbagai alasan.

Pemberian kredit yang baik adalah dengan menerapkan menajemen risiko yang baik pula. Manajemen risiko mampu mengukur batas toleransi calon kreditur sehingga dapat mengurangi risiko gagal bayar. Analisa berikutnya adalah apakah fenomena ini merupakan murni masalah keuangan? Atau ini merupakan masalah ekonomi secara makro?

Rendahnya pertumbuhan ekonomi ditambah iklim bisnis dunia yang lesu dampak perang dagang juga harus dimasukan sebagai variabel yang menggangu sektor keuangan. Sektor keuangan sangat mempengaruhi makro ekonomi, karena perputaran sektor keuangan akan mendongkrak angka pertumbuhan ekonomi. Jadi jalan tengah untuk mengatasi masalah pertumbuhan ekonomi tidak hanya merangsangnya dengan kemudahan penyaluran kredit akan tetapi perlunya membangun sistim ekonomi yang mandiri sehingga tidak terlalu tergantung dengan kondisi ekonomi dunia.

Pemberian kredit dengan tanpa uang muka sah-sah saja dilakukan dengan catatan tidak mengurangi analisa kemapuan kredit calon kreditor. Bukan berati orang akan dengan mudah mengajukan kredit tanpa uang muka dan syarat-syarat yang ringan, tetapi ini hanya sebagai instrumen untuk mengurangi beban calon kreditor. Skema kredit yang diberikanpun harus dirancang dengan sedemikian rupa sehingga tidak malah membebani calon kreditor kemudian hari. Penerapan manajeman risiko yang baik merupakan mitigasi yang tepat untuk mengurangi dampak terjadinya gagal bayar.

Oleh : Kuncoroadi P
kuncoroadi1945@gmail.com

Senin, 10 Februari 2020

ISLAM NUSANTARA

Ahmad Junaidi Saleh
Islam itu hanya satu. Islam ya Islam. Seiring berjalannya waktu, saat kaum Muslimin menyebar ke seluruh penjuru dunia, maka muncullah identitas tampilan yang beranekaragam dari kaum muslimin itu sendiri.

Hal itu akibat dari budaya setempat yang berbeda-beda. Misalnya, tradisi Muslim di Arab, berbeda dengan Islam di Afrika, berbeda dengan Islam di Amerika, di India, dan seterusnya. Yang dimaksud berbeda tentu saja bukan dalam hal yang qoth'ieyah melainkan pada praktek kehidupan sehari-hari. Misalnya, dalam hal akhlak, busana, dan tatacara hidup, nikahan, sunatan, walimahan dsb.

Sebagai misal, di Indonesia, terdapat budaya Islami yang tidak terdapat di negara lain. Contohnya, pada saat bulan Ramadlan dan sebelum maupun sesudahnya, ada tradisi bancakan, nyadran, padusan, mengenakan mukena, ngabuburit, imsya', punjungan, halal bi halal, lebaran ketupat, mudik dll.

Semua itu terjaga dengan baik, sebab para Ulama berhasil memasukkan nilai-nilai Islam dan kehidupan sehari-hari, sehingga ajaran Islam mudah diserap dan dilaksanakan, bahkan oleh orang paling awam sekalipun.

Di Indonesia, kekuasaan tertinggi kaum Muslimin berada di tangan Ulama yang menyebar di seantero Nusantara yang sangat menghargai perbedaan furu'iyah. Tidak pernah berusaha untuk mempertentangkan ijtihad satu ulama dengan ulama lainnya. Bahkan para Ulama saling berguru antara satu dengan lainnya.

Berbeda dengan banyak wilayah di dunia lain, Islam muncul sebagai produk yang direkatkan oleh kekuasaan, dan sifat ashobiyahnya sangat kental. Sehingga seperti membentuk faksi-faksi yang lepas satu sama lain, dan berusaha saling menaklukkan. Kepemimpinan juga dipegang oleh ulama sentral atau pemimpin kelompok yang mempunyai nilai fanatik yang sangat besar. Jadi, pada saat ada perbedaan pendapat atau kepentingan, sangat mudah untuk dibenturkan satu sama lain. Rentan terjadi konflik bersenjata.

Arab spring telah membuktikan bahwa wajah Arab di Timur Tengah mudah dibuat rapuh dan tercerai berai. Sementara di Indonesia, wajah Islam justru tampil dengan wajah yang ramah, toleran, terbuka, dinamis, dan bisa mewadai semua golongan. Sehingga terlalu sulit untuk melakukan politik pecah-belah. Inilah yang sangat mengagumkan banyak kalangan di luar Islam.

Islam Nusantara akhirnya dipilih sebagai identitas saja bukan madzhab, paham atau aliran, tp untuk membedakan karakter, identitas, bukan keinginan memisahkan diri dari islam itu sendiri. Islam Nusantara tidak bermakna adanya Islam Malaysia, Islam Cina, Islam Inggris dst. Islam Nusantara hanyalah sebuah sebutan saja, yang merupakan identitas unik dari perjalanan panjang Islam di wilayah Nusantara sejak awalul Muslimin hingga hari ini.

Karena Islam Nusantara sangat damai dan toleran, maka hal ini sangat tidak disukai oleh banyak kalangan. Karena itu, muncullah gerakan yang hendak mengoyak kerukunan kaum muslimin. Maka diciptakanlah gerakan Syiah Bukan Islam, Ahmadiyah Bukan Islam, NU ahli Bid'ah, dst. Bahkan dikatakan bahwa Islam Nusantara hanya istilah untuk menghaluskan Gerakan Islam Liberal.

Islam Indonesia itu sudah ada istilah dari jaman dulu, bahkan Gus Dur pernah dhawuh, "Kita ini orang Indonesia yang beragama Islam. Bukan orang Islam yang kebetulan di Indonesia". Kita mengenal Pancasila, Departemen Agama, KUA, langgar, bedug dll.

Islam Nusantara mencengangkan dunia karena sifat toleran dan moderatnya. Maka tak heran jika NU pernah menjadi satu-satunya Ormas Islam di dunia yang didaulat untuk menyampaikan pidato di depan Sidang PBB di New York, dipilih mewakili wajah Islam yang teduh, rahmatan lil 'alamiiin.

Istilah Islam Indonesia itulah yang kita kenal saat ini dengan sebutan Islam Nusantara. Mengapa diubah Islam Nusantara? Karena itu sebenarnya ada makna yang hendak disampaikan, Islam Nusantara = NU, SANtri, dan tenTARA. Ketika ketiganya bersatu, maka Indonesia tidak akan tergoyahkan,irqoh, namun hanyalah sebuah penegasan akan sebuah karakter di sebuah wilayah yang mencerminkan wajah tersendiri, yang insyaallah kelak akan diterima dan dijadikan rujukan oleh seluruh kalangan di muka bumi ini.

Rabu, 22 Januari 2020

PERSPEKTIF HUKUM DALAM KASUS QASEM SOLEIMANI

Mayjen Qasem Soleimani

Presiden Trump mengatakan bahwa Soleimani telah merencanakan serangan kepada diplomat AS, sehingga ia memerintahkan untuk melakukan serangan dengan mengunakan drone (pesawat tanpa awak) untuk membunuh komandan militer Iran Qasem Soleimani diwilayah Irak. Lalu pertanyaannya adalah: apa dasar hukum dari tindakan ini? Amerika Serikat berangapan bahwa eksekusi tersebut untuk mencegah rencana serangan Irak terhadap Iran. Kejadian itu memunculkan pertanyaan terhadap bagaimana menilai legalitas hukum internasionalnya ?

Dalam Piagam PBB dimungkinkan bahwa satu negara dapat bertindak untuk membela diri jika terjadi serangan bersenjata. Tetapi definisi ini masih dapat ditafsirkan secara berbeda oleh berbagai Negara demikian kata para pakar hukum.

Dalam kasus Soleimani, Amerika Serikat mengklaim telah bertindak membela diri untuk mencegah serangan, jika itu benar, maka kategori tindakan tersebut pada dasarmya dapat dibenarkan oleh piagam PBB menurut Dapo Akande, profesor hukum internasional dari Universitas Oxford. Walaupun demikian seorang pejabat PBB, Agnes Callamard, menyatakan bahwa kejadian tersebut tetap tidak dapat dibenarkan.

Berdasarkan dokumen PBB tahun 2010 tentang "pembunuhan tertentu" dapat diasumsikan oleh para ahli bahwa pertahanan sebagai hak untuk menggunakan kekuatan terhadap ancaman yang nyata dan aktual dalam rangka mempertahankan diri. Departemen Pertahanan Amerika Serikat menyatakan bahwa serangan ini bertujuan untuk menggagalkan serangan Iran dan mereka juga memberi informasi bahwa pemimpin militer Iran Soleimani secara aktif mengembangkan rencana dengan para agennya di Irak untuk menyerang Irak. Sama seperti pernyataan Presiden Trump bahwa Soleimani telah merencanakan serangan terhadap Irak.

Seorang calon presiden AS dari partai Demokrat, Elizabeth Warren, mengatakan bahwa: Pemerintah seharusnya tidak dapat membela diri dengan memberikan pernyataan seperti itu karena belum ada bukti yang cukup untuk menyatakan bahwa akan ada serangan terencana dari Iran. Sehingga Legalitas serangan tersebut tergantung pada bagaimana Amerika Serikat dapat memberikan bukti dari serangan tersebut demikian kata Professor Akande.

Pemerintah Amerika Serikat belum secara terbuka menginformasikan tentang detail bukti tersebut, tetapi telah mengklaim bahwa data-data tersebut sudah diberikan kepada beberapa pejabat tertentu di Kongres Amerika Serikat. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompei pada 7 Januari 2020 mengatakan bahwa insiden itu mengarah pada satu ancaman bagi AS melalui serangan itu, tetapi tidak mengkonfirmasi ancaman terhadap AS dari serangan itu.

Menurut Dr. Ralf Wilde, pakar hukum internasional di University College London, bahwa ada alasan lain. Sejak 11 September, Amerika Serikat telah mengambil posisi mempertahankan diri sehingga telah mempersiapkan diri untuk kemungkinan serangan pada masa depan.

Lalu apakah sebenarnya Amerika Serikat boleh untuk menyerang di wilayah Irak? Terhadap hal tersebut, anggota parlemen Irak bereaksi keras dan memberi resolusi untuk menyerukan agar pasukan AS segera meninggalkan wilayah negara itu. Pemerintah Irak menyatakan bahwa hal tersebut adalah suatu pelanggaran serius terhadap kedaulatan Irak. Dikatakan bahwa pasukan AS dikirim ke wilayah Irak untuk berperang melawan kelompok "Negara Islam", sementara Amerika Serikat mengatakan bahwa kejadian ini adalah bentuk pembelaan kepentingan dan personel mereka di Irak sesuai Hukum Internasional. Namun Akande mengatakan kondisi nyata keberadaan militer AS di wilayah tersebut seharusnya tidak perlu sampai melakukan serangan semacam itu.

Lalu bagaimana dengan kemungkinan kerusakan yang terjadi seperti misalnya pada benda budaya? Terkait hal tersebut, Presiden Trump sendiri memberikan pernyataan melalui tweeter bahwa Amerika Serikat akan fokus pada kegiatan tersebut sehingga bagi Amerika bahwa benda budaya adalah "penting bagi Iran dan budaya Iran" sehingga harus dijaga. Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif mengatakan bahwa serangan terhadap benda-benda budaya harus dianggap sebagai kejahatan perang.

Konvensi Den Haag 1954 tentang Perlindungan Warisan Budaya melindungi benda-benda budaya setelah penghancuran warisan budaya selama Perang Dunia II dan konvensi itu juga ditandatangani oleh Amerika Serikat.

Pada tahun 2017, PBB mengeluarkan resolusi dalam menanggapi serangan oleh negara-negara Islam, yang mengutuk suatu penghancuran ilegal terhadap warisan budaya diantaranya termasuk penghancuran situs-situs keagamaan dan artefak hal ini merujuk pada penghancuran monumen bersejarah Palmyra di Suriah pada 2015 dan Buddha Bamiyan di Afghanistan pada 2001.

Minggu, 19 Januari 2020

TEHNOLOGI DALAM SISTEM MANAJEMEN BENCANA

Aida Rahma Savitri

Pada tahun 2019 lalu, banyak bencana terjadi yang dikategorikan berskala nasional ataupun lokal di Indonesia. Seperti misalnya gempa bumi di Lombok, banjir mendadak di berbagai daerah dan yang tak kalah penting adalah tsunami di Palu. 

Lalu bagaimana penanggulangan Bencana? Apakah sudah siap? Apakah manajemen bencana sudah terencana atau tampaknya tidak terencana dan terukur dengan baik? Bagaimana penanggulangan selama bencana ataupun setelah bencana? Bagaimana kinerja kerjasama antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam mengatasi bencana? Bagaimana manajemen bencana yang baik dan terintegrasi pada saat sebelum bencana, saat bencana dan sesudah bencana?

Seperti diketahui jauh sebelum Indonesia mengenal manajemen bencana, banyak Negara yang sudah mempunyai manajemen bencana yang baik. Indonesia masih tertinggal jauh padahal bencana dan korban yang terjadi di mana saja cenderung sama.

Dalam hal manajemen bencana, Indonesia dapat meniru atau bekerjasama dengan Negara lain dalam hal penggunaan tehnologi. Dimana sistem manajemen bencana berbasis tehnologi menjadi keunggulan yang sudah teruji di negara-negara tersebut.

Manajemen Bencana
Beberapa negara di dunia sudah memiliki teknologi manajemen bencana yang baik. Teknologi yang membuat berbagai hal lebih sederhana, mudah, cepat, terstruktur, terencana dan tentu saja lebih murah. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Apakah Indonesia benar-benar akan menggunakan teknologi dalam manajemen bencana yang akan digunakan diseluruh wilayah dan secara maksimum digunakan di wilayah rawan bencana? Apakah memungkinkan Indonesia memiliki manajemen bencana dengan mengoptimalisasikan teknologi yang ada?

Data yang dikumpulkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), setidaknya ada 1.134 bencana tahun 2019. Jumlah orang yang terkena dampak dan terlantar akibat bencana adalah sekitar 777.620 orang, data yang diperoleh ini adalah hasil kerja yang juga menggunakan tehnologi setelah bencana terjadi.

Sistem yang gunakan selama kejadian bencana masih perlu ditingkatkan dihadapkan dengan berbagai tantangan seperti misalnya sistem peringatan bencana dan respons terpadu dalam sistem manajemen kebencanaan. Kesulitan mendasar di Indonesia diantaranya adalah bagaimana memprediksi bencana alam seperti gempa bumi dan tanah longsor, serta kurangnya kesadaran penduduk yang tinggal di daerah rawan bencana.

Ditambah lagi tantangan lainnya yaitu kurangnya analisis data, yang dapat menjadi referensi untuk sistem peringatan cepat (rapid alert) serta kualitas jaringan telekomunikasi yang tidak merata.

Kenyataan lainnya yang wajib dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah kondisi alam, karena secara geografis lokasi Indonesia yang berada di lingkaran api Pasifik (ring of fire) membuat Indonesia sangat rentan terhadap bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir dan kekeringan. Menurut data dari Center for Excellence in Disaster Management and Humanitarian Assistance, Indonesia telah dilanda sekitar 290 bencana alam besar setiap tahun selama 30 tahun terakhir.

Teknologi informasi dan komunikasi seharusnya dapat memainkan peran penting dalam manajemen bencana serta dalam pengambilan keputusan berkenaan dengan manajemen bencana. Diperlukan sistem terpadu misalnya dengan adanya pusat komando terpadu yang mendorong aspek kerja sama antara pihak terkait (pemerintah,organisasi swasta, LSM serta organisasi penanggulangan bencana dan pendukung lainnya)

Penggunaan tehnologi perangkat berbasis internet, Internet of Things (IoT), seperti sensor dan kamera pengintai, stasiun repeater seluler dan jaringan eLTE, akan membuat proses pengambilan keputusan 60% lebih cepat. Diharapkan pemerintah dan swasta dapat mengembangkan model manajemen bencana 2P2R (pencegahan, peringatan, respons, restrukturisasi) yang dirancang secara efektif untuk mendukung implementasi langkah-langkah yang tepat terkait dengan kegiatan pencegahan, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan bencana.

Dengan penggunaan tehnologi dapat dinilai risiko dan mengidentifikasi potensi bencana sehingga akan membentuk satu manajemen risiko dan serta manajemen bantuan bencana yang dapat menjadi solusi untuk sistem distribusi dan alokasi sumber daya pendukung secara terukur.

Tehnologi juga mendukung sistem pengumpulan data multi-channel dan integrasi data yang berguna bagi analisis bencana, risiko bencana, menganalisa konstruksi bencana untuk peringatan dini serta untuk penyebaran informasi dalam proses alarm dini. Dalam masa darurat dapat dikembangkan tehnologi yang mendukung proses penyebaran informasi dengan cepat. Sedangkan pada masa pemulihan bencana, tehnologi juga dapat dikembangkan untuk mendukung proses pemulihan atau pencegahan wabah pasca-epidemi.

Pengembangan berbasis teknologi dapat menjadi solusi manajemen bencana yang mendukung upaya kolaborasi yang lebih cepat, lebih terintegrasi, dan andal. Perusahaan Telekomunikasi milik pemerintah atau swasta diyakini sudah mempunyai pengalaman di berbagai situasi sehingga dapat menjadi mitra BNPB untuk  mencari solusi yang kolaboratif dan efektif dalam hal penanggulangan bencana.


Jumat, 17 Januari 2020

DAPATKAH KEBIJAKAN MEMBUAT UNIT INDIGO DI JAJARAN TNI AD MENJADI RASIONAL?

Kebijakan adalah suatu keputusan atau ketetapan yang diambil berdasarkan pertimbangan para pemimpin atau komandan atau staf pimpinan (pada level tertentu) ketika menentukan sesuatu hal yang harus dilaksanakan. Secara umum kebijakan seorang pemimpin selalu dipengaruhi oleh pengalaman pribadinya atau usul/saran orang lain, yang tentunya didasarkan pada kejadian dan pengalaman si pemberi usul atau saran tersebut.

Itulah sebabnya penulis juga berkeinginan untuk memberikan saran kepada pimpinan TNI khususnya TNI AD dengan harapan kiranya usul atau saran penulis dapat dijadikan pertimbangan dalam membuat suatu kebijakan demi mempercepat keberhasilan satuan dalam melaksanakan tugas pokok dilapangan khususnya pada saat melaksanakan tugas operasi.  Selanjutnya....

ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KERAMAHAN LINGKUNGAN ALAT TANGKAP SERO (SET NET) DI PERAIRAN PULAU BANGKUDULIS KABUPATEN TANA TIDUNG, KALIMANTAN UTARA

Luman Yudho  Prakoso
Perairan Pulau Bangkudulis merupakan daerah estuaria dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kondisi ini berpotensi memiliki nilai ekonomi dalam kegiatan perikanan tangkap yang dilakukan secara berkelanjutan dan lestari. Potensi pemanfaatan perikanan salah satunya yaitu dengan menggunakan alat tangkap sero (set net) yang dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sosial ekonomi dan tingkat keramahan lingkungan alat tangkap sero (set net) yang dilakukan di perairan Pulau Bangkudulis Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara dengan menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui survei dan wawancara, sementara itu,,,Selanjutnya...

Jumat, 10 Januari 2020

POLUGRI BEBAS AKTIF: MASIH RELEVANKAH?

Oleh Zhafirah - Januari 24, 2017

Indonesia menganut prisip politik luar negeri yang kita kenal dengan “bebas aktif”. Prinsip ini pertama kali muncul dalam pidato Wakil Presiden Mohammad Hatta yang berjudul “Mendayung di antara Dua Karang”. Pidato tersbut, Hatta menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara berdaulat yang bebas untuk menentukan nasibnya sendiri. Setelah Perang Dingin pecah, dunia seolah dipaksa untuk memilih antara dua blok (Amerika atau Uni Soviet), hal ini menjadikan negara yang memihak pada satu blok cenderung menjadi aktor pasif. Sementara dalam pidatonya, Hatta menegaskan bahwa Indonesia harus berperan aktif dalam politik internasional. Oleh karenanya, politik luar negeri Indonesia harus didasarkan pada kepentingan negara sendiri, bukan digantungkan kepada politik luar negeri negara lain...baca selengkapnya...

MAKAN PINANG SEBAGAI SIMBOL SEMANGAT PAPUA



Saat ini saya lagi duduk di depan rumah sakit umum pusat sambil menunggu seorang rekan yang sedang berurusan dengan admin RSUP Jayapura. Di samping saya duduk beberapa "masyarakat" asli papua, dua orang wanita dan tiga orang pria. Mereka sedang bercakap-cakap sambil mengunyah buah pinang, buah sirih dan kapur, satu campuran makanan tradisional yang ketika dikunyah menimbulkan cairan dan aroma khas pinang Papua, untuk gampangnya kegiatan ini disebut "makan pinang"

Sebagai putra asli papua saya sudah terbiasa...baca selengkapnya...

KERJASAMA PERTAHANAN INDONESIA FILIPINA SERTA RESPON MASYARAKAT INDONESIA TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DI BIDANG PERTAHANAN DAN KEAMANAN

Sebagai negara yang berada di sebuah regional yang sama, Indonesia dan Filipina memiliki banyak kesamaan serta kebutuhan. Persamaan itu diantaranya seperti kondisi geografis serta tingkat perekonomian penduduknya. Diluar hal tersebut, kebutuhan akan keamanan masih menjadi sebuah hal yang krusial bagi eksistensi sebuah negara. Datang dari ungkapan bahwa negara tidak akan dapat hidup sendiri, melainkan membutuhkan negara lainnya, kerap kali dilakukan kerjasama antar negara. Dalam ini kerjasama terjadi antara Indonesia dan Filipina di bidang pertahanan dan keamanan.

Indonesia dan Filipina terikat dengan perjanjian bilateral yang dilakukan oleh kedua negara yang berjudul Memorandum of Understanding on the Establishment of a Joint Commission for Bilateral Cooperation (JCBC) Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of the Philippines. Dalam pertemuan kelima JCBC, dibuatlah sebuah perangkat yang bernama 2014-2016 Indonesia-Philippines Plan of Action yang didalamnya memuat aturan kerjasama antara kedua negara dalam bidang pertahanan dan keamanan. Dalam perjanjian itu antaranya dimuat tentang melakukan pertukaran informasi keamanan, koordinasi pertahanan, serta kerjasama pendidikan pertahanan antara kedua negara.... baca selanjutnya...